Paradigma Analisis Kebijakan Publik Dalam Audit Kinerja
Kebijakan publik didefinisikan sebagai sebuah rangkaian tindakan pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan di masyarakat atau untuk mencapai tujuan tertentu yang berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat. Kebijakan publik dapat berupa peraturan, program, atau proyek yang diterapkan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat dan memecahkan masalah sosial, ekonomi, atau politik yang dihadapi oleh negara (Moran & Rein, 1978).
Audit kebijakan publik di Indonesia merupakan suatu proses evaluasi terhadap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam rangka pencapaian visi, misi, dan tujuan. Proses ini dilakukan secara sistematis untuk mengevaluasi kebijakan publik yang diterapkan oleh pemerintah untuk menentukan efektivitas, efisiensi, dan akuntabilitas dari kebijakan tersebut dalam mencapai tujuan yang ditetapkan. Audit kebijakan publik dapat digunakan untuk mengevaluasi proses pengambilan keputusan, implementasi, dan hasil dari kebijakan publik, serta untuk mengevaluasi kinerja dari organisasi yang terlibat dalam implementasi kebijakan (Fischer, 2007).
Di Indonesia, audit kebijakan publik dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang bertugas melakukan pemeriksaan atas keuangan negara. BPK juga melakukan pemeriksaan atas pengelolaan dan pengawasan kebijakan publik, serta memberikan rekomendasi untuk perbaikan. Salah satu contoh kebijakan publik yang di audit oleh BPK adalah program pemberian bantuan sosial. BPK melakukan pemeriksaan atas pengelolaan dana bantuan sosial, serta mengevaluasi efektivitas program tersebut dalam mengatasi masalah kemiskinan. Hasil audit tersebut kemudian digunakan sebagai dasar untuk memberikan rekomendasi perbaikan program bantuan sosial agar lebih efektif dan efisien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Sendjaja et al., 2018).
Selain itu, audit kebijakan publik juga dilakukan dalam bidang infrastruktur, seperti pembangunan jalan, jembatan, dan proyek-proyek besar lainnya. BPK melakukan pemeriksaan atas pengelolaan dana proyek, serta mengevaluasi efektivitas pembangunan dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Di samping itu, audit kebijakan publik juga dilakukan dalam bidang kesehatan, pendidikan, dan bidang lainnya. Hal ini dilakukan untuk menjamin bahwa kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah dapat memberikan dampak yang positif bagi masyarakat. Secara keseluruhan, audit kebijakan publik merupakan suatu proses yang penting dalam pengelolaan negara. Proses ini dapat membantu pemerintah dalam mengevaluasi efektivitas kebijakan yang telah dikeluarkan, serta memberikan rekomendasi perbaikan agar kebijakan tersebut dapat lebih efektif dan efisien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Sendjaja et al., 2018).
Selain itu, audit kebijakan publik juga dapat membantu dalam meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pemerintah dalam mengelola keuangan negara serta dalam pengelolaan dan pengawasan kebijakan publik.
Kontekstualisasi di Kementerian Kelautan dan Perikanan
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) merupakan sebuah organisasi pemerintah yang dibentuk untuk mencapai target-target tertentu di bidang kelautan dan perikanan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan ekonomi negara melalui pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan yang bijaksana (KKP, 2022).
Visi KKP adalah “Mewujudkan Sektor Kelautan dan Perikanan Indonesia yang Mandiri, Maju, Kuat dan Berbasis Kepentingan Nasional”. Kemudian, mengacu pada tugas, fungsi dan wewenang yang telah dimandatkan oleh peraturan perundang undangan kepada KKP dan penjabaran dari misi pembangunan nasional, maka terdapat 3 pilar yang menjadi misi KKP yakni: (1) Kedaulatan (Sovereignty), yakni mewujudkan pembangunan kelautan dan perikanan yang berdaulat, guna menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumberdaya kelautan dan perikanan, dan mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan; (2) Keberlanjutan (Sustainability), yakni mewujudkan pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan yang berkelanjutan; (3) Kesejahteraan (Prosperity), yakni mewujudkan masyarakat kelautan dan perikanan yang sejahtera, maju, mandiri, serta berkepribadian dalam kebudayaan (RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2020-2024, 2020).
Untuk mewujudkan visi dan misi yang telah ditetapkan, ditetapkanlah tujuan, program, serta kegiatan yang dirumuskan menjadi Rencana Strategis dalam periodesasi tertentu. Selanjutnya, perencanaan tersebut diturunkan menjadi Sasaran Strategis dan dijabarkan ke dalam IKU dan IKK sampai dengan unit kerja terbawah. Keseluruhan proses tersebut merupakan alur penetapan kebijakan publik yang tentunya harus menerapkan Sistem Tata Kelola Pemerintahan yang Baik. Fase perumusan kebijakan dikembangkan oleh para ahli menjadi siklus kebijakan yang dianggap standar dan berurutan yaitu policy adoption; policy assessment; policy adaptation; policy succession dan policy termination (Fischer, 2007).
Dewasa ini, terjadi perubahan paradigma Sistem Tata Kelola Pemerintahan yang diterapkan oleh negara-negara maju, semula menerapkan New Public Management (NPM) menjadi Public
Value Management (PVM) (Pollitt & Bouckaert, 2017).
NPM adalah suatu pendekatan manajemen yang diterapkan di sektor publik untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja pemerintah, serta meningkatkan akuntabilitas kinerja. NPM menekankan sistem manajemen desentralisasi dengan perangkat manajemen seperti pengawasan (controlling) dan perbandingan (benchmarking) untuk menciptakan efisiensi dan efektivitas kinerja pemerintah daerah yang baik (Good Governance) sehingga akan tercipta kesejahteraan masyarakat. Tujuan dari NPM adalah untuk memperbaiki kualitas efisiensi dan efektivitas, dan akuntabilitas dalam pelayanan publik, serta mendorong penerapan good governance (Pollitt & Bouckaert, 2017).
Di sisi lain, PVM merupakan pendekatan manajemen yang diterapkan di sektor publik untuk meningkatkan kinerja organisasi dan meningkatkan kualitas pelayanan publik. PVM menganggap bahwa tujuan dari sebuah organisasi publik adalah untuk menciptakan nilai publik (public value) bagi masyarakat, yang dapat diukur melalui kinerja organisasi dalam mencapai tujuan yang ditetapkan. PVM menekankan pentingnya pengelolaan aset organisasi dan sumber daya untuk meningkatkan kinerja organisasi dan meningkatkan nilai publik. PVM juga menekankan pentingnya kerja sama antara berbagai pihak, termasuk pemerintah, swasta, dan masyarakat, untuk mencapai tujuan bersama. PVM mengutamakan pengelolaan yang berbasis pada data dan analisis, dan menempatkan masyarakat sebagai mitra dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan organisasi. PVM juga mengutamakan pengelolaan strategis yang berfokus pada masa depan, dan menempatkan pengukuran kinerja dan akuntabilitas sebagai komponen penting dari proses manajemen (Moore, 2012).
Secara historis, PVM merupakan penyempurnaan dari konsep NPM. Sistem ini menekankan pada pentingnya peningkatan value pada society/public melalui output dan outcome dari aktivitas layanan publik oleh pemerintah. Sedangkan kesempurnaan public value tercapai bila suatu kebijakan dapat menerjemahkan dan menselaraskan harapan-harapan yang berbeda dari masyarakat. Di titik inilah kebijakan publik menjadi sarana untuk mengagregasi kepentingan masyarakat.
Audit kinerja dapat menerapkan metode analisis kebijakan publik untuk menilai kinerja entitas, khususnya pada aspek efektivitas, dengan cara melakukan komparasi antara kondisi di lapangan dengan kebijakan yang berlaku. Auditor menguji tingkat kesesuaian antara implementasi dengan kebijakan. Oleh karena itu, penilaian kinerja entitas yang ideal adalah dengan mengukur suatu kebijakan pada tahap sebelum dan sesudah pelaksanaan kebijakan (ex-ante dan ex-post). Dari pengukuran tersebut akan didapat kesimpulan apakah suatu kebijakan telah gagal atau berhasil memberikan nilai tambah kepada masyarakat berupa peningkatan kesejahteraan.
Tahap ex-ante merupakan tahap menilai suatu proses perumusan kebijakan dari agenda setting sampai tahap akhir (termination atau evaluation), baik dari proses, alasan, tujuan, aktor-aktor
pembuat kebijakan dan penetapan aktor-aktor yang bertanggungjawab dalam implementasi suatu kebijakan (Aisyiah & Ahzar, 2017). Sedangkan tahap ex-post adalah tahap menilai output dan outcome serta merumuskan simpulan atas kinerja entitas dengan menilai relevansinya dengan kebijakan yang digunakan (Narsa, 2011).
Apabila mencermati dokumen PKPT Itjen tahun 2022 terdapat dua tujuan pengawasan intern oleh itjen, yaitu (Inspektorat Jenderal KKP, 2022):
- Membantu KKP dalam mencapai visi, misi dan tujuannya dengan memberikan keyakinan bahwa seluruh unit kerja dalam melaksanakan tugas dan fungsinya telah selaras dengan visi, misi dan tujuan KKP dalam menyediakan produk/jasa berkualitas bagi para stakeholder;
- Mendorong peningkatan efektivitas manajemen risiko, pengendalian intern, tata kelola, dan reformasi birokrasi di lingkup KKP.
- Kemudian, dalam Pilar Pengawasan Intern disebutkan bahwa kegiatan pengawasan yang dilakukan melalui audit terhadap kinerja organisasi yang berbasis penilaian resiko dan bernilai tambah. Audit merupakan tindakan korektif terhadap hasil yang telah dan sedang dicapai agar senantiasa mengarah pada tujuan dan rencana yang ditetapkan. Dalam pelaksanaan audit menganut prinsip kehati-hatian dalam menjalin komunikasi/klarifikasi dengan pihak auditan, sehingga hasil audit dapat bersifat objektif (Inspektorat Jenderal KKP, 2022).
Berdasarkan dokumen PKPT tahun 2022, Itjen masih menempatkan pengawasan pada umumnya dan audit pada khususnya, sebagai pengawalan terhadap pelaksanaan kinerja KKP agar efektif dan efisien. Audit dilakukan secara parsial pada unit kerja tertentu dan belum mengacu pada keselarasan proses perumusan sampai dengan dampak dari kebijakan publik yang ditetapkan oleh KKP. Aktifitas audit masih berkutat pada masalah temuan 3E, kelemahan sistem akuntansi, kelemahan sistem pengendalian, dan kerugian negara. Audit masih belum difungsikan sebagai proses penilaian keberhasilan atau kegagalan suatu program/kegiatan organisasi.
Kesimpulan
Pemahaman yang baik atas profil dan fungsi utama suatu entitas sangat penting bagi auditor dalam merumuskan rekomendasi konstruktif yang andal bagi entitas dalam audit kinerja. Dalam menilai kinerja sebuah entitas, auditor mengidentifikasi kedalaman entitas dalam membuat kebijakan pengembangan public value demi pencapaian kinerja pelayanan publik dan pemenuhan tuntutan kebutuhan publik. Objek pemeriksaan harus disesuaikan dengan tugas dan fungsi dalam kerangka tata kelola kebijakan publik yang berbasis pada keselarasan program kerja dari tingkat atas sampai paling bawah. Objek pemeriksaan di tingkat Eselon I dan II menjadi lebih relevan untuk dilakukan audit kinerja, sedangkan unit kerja dibawahnya yang bersifat teknis menjadi objek pemeriksaan sampling untuk diuji perannya sebagai pelaksana.
Audit kinerja dengan paradigma analisis kebijakan publik dapat menjadi salah satu tahapan dalam fase penyusunan kebijakan, yaitu fase policy assessment, yang dapat memberikan rekomendasi apakah suatu kebijakan publik masih harus diteruskan karena berhasil, atau dicabut karena gagal dalam mengatasi masalah yang terjadi.
Daftar Pustaka
- Aisyiah, H. N., & Ahzar, F. A. (2017). Ex Ante Audit Sebagai Upaya Pencegahan Fraud. AKRUAL: Jurnal Akuntansi, 9(1), 54. https://doi.org/10.26740/jaj.v9n1.p54-64
- Fischer, F. (2007). Handbook of Public Policy. In Reference Reviews (Vol. 21, Issue 8). CRC Press. https://doi.org/10.1108/09504120710838741
- Inspektorat Jenderal KKP. (2022). Program Kerja Pengawasan Tahunan Inspektorat Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan Tahun 2022 (Vol. 1, Issue 2, pp. 1–5).
- RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2020-2024, (2020).
- KKP. (2022). Visi dan Misi KKP. https://kkp.go.id/djpt/ppnsibolga/page/1041-visi-dan-misi-kkp#:~:text=Visi KKP adalah “Mewujudkan Sektor,dan sederajat dengan bangsa lain.
- Moore, M. (2012). Creating Public Value_ Strategic Management in Government-Harvard University Press (1995).pdf. Harvard University Press.
- Moran, M., & Rein, M. (1978). The Oxford Handbook of Public Policy. In Evaluation Review (Vol. 2, Issue 1). Oxford University Press. https://doi.org/10.1177/0193841X7800200101
- Narsa, I. M. (2011). Strategi Foresight Untuk Mengubah Perspektif Ex Ante Ke Perspektif Ex Post Dalam Proses Keputusan Auditor Independen. Jurnal Akuntansi Dan Keuangan Indonesia, 8(2), 141–156. https://doi.org/10.21002/jaki.2011.09
- Pollitt, C., & Bouckaert, G. (2017). Many houses: types of politico-administrative regime. In Public Management Reform: A Comparative Analysis-Into the Age of Austerity. Oxford University Press.
- Sendjaja, D. W., Rismanto, G. Y., & Andrianto, N. (2018). Analisis Kebijakan Publik Dalam Pemeriksaan Kinerja. Jurnal Tata Kelola Dan Akuntabilitas Keuangan Negara, 67–81. https://doi.org/10.28986/jtaken.v1i1.20
Auditoria | Artikel Pengawasan
Pojok Informasi | Pengumuman
Layanan E-Konsultasi Pengawasan dan Pengaduan Whistleblower untuk sementara di tutup, namun bagi pengguna yang sudah terdaftar masih dapat menerima lanyanan. Mohon maaf atas ketidaknyamanan tersebut.
== Tim PPID Itjen KKP ==